Posts

Showing posts from 2007

Sssttt... Ada Yang Zzzz...

Baru-baru ini sms dari teman lama masuk dan berkata, "Kemarin malam saya mimpi kamu mati." Buset! Sekalinya dimimpiin cowok, eh kok malah mimpi meninggal. Bodo ah, cuekin aja. Begonya, ternyata saya gak bisa bersikap bodo amat. Senang atau tidak sms itu bikin saya mulai bengong lagi. Bukan karena mikir soal mati, tapi karena mimpi. Kenapa ya saya tidak pernah bermimpi? Memang sih tidur saya amburadul. Kadang kebalik, kadang tepat waktu, kadang kelebihan, kadang pake guling. Tidak pernah sama setiap harinya. Dan mungkin itulah penyebab saya tidak pernah dikasih mimpi. Sedih deh. Tapi apa bener saya tidak bermimpi? Pertanyaan saya sedikit terjawab ketika majalah murahan langganan saya datang, kebetulan membahas soal mimpi. Katanya setiap orang bermimpi, tapi tidak semua bisa mengingatnya. Majalah itu juga bercerita tentang bagaimana mimpi muncul. Katanya ia terjadi saat fase REM (Rapid Eye Movement), fase ketika tidur kita memasuki tingkat nyenyak, ditandai dengan gerakan m

Di Ranjang Kita Mati

Parjo adalah teman saya yang paling macho. Badannya tegap dan besar. Jago silat. Orangnya juga rada galak. Dia tidak takut apapun. Lebih tepatnya: dia berpikir kalo dia tidak takut apapun. Sampai suatu hari seorang pria datang mencolek pantatnya. Parjo yang perkasa dibuat kehabisan kata-kata. Dia cuma bisa bengong sambil pelan-pelan menjauhi pria yang mencoleknya. Parjo tidak habis pikir, kok bisa-bisanya dia jadi korban "pelecehan seksual"? Singkat cerita peristiwa itu langsung jadi buah bibir di sekitar kampung saya. Laki-laki di sini mulai khawatir; takut terlecehkan juga seperti Parjo. Fenomena ini bikin saya berpikir, laki-laki tampaknya memang jarang dihadapkan dengan peristiwa "pelecehan seksual" karena mereka biasanya jadi pelaku. Sebaliknya perempuan... Beuh jangan tanya deh. Pelecehan seksual "ringan", seperti goda-goda yang keluar dari mulut bertebaran di mana-mana, belum colek dan raba. Jadi pengen muntah deh. Yah, kami cuma bisa muak den

Maju Kena, Mundur Apalagi

Akhir-akhir ini hidup saya terasa membosankan. Rasanya gak ada kerjaan. Makan gak enak. Kecengan gak punya. Untuk buang-buang waktu, saya coba dengarkan musik. Mulai musik dangdut, disko, sampe disko dangdut saya dengarkan. Tapi sialnya suasana bukannya jadi enak, eh malahan makin butek aja. Semua gara-gara saya terlalu serius ketika mendengarkan lagu-lagu tadi. Misalnya begini, ketika mendengarkan She's Leaving Home-nya The Beatles, saya langsung buru-buru kabur dari rumah. Ingin seperti perempuan dalam lagu itu. Biar tambah seru saya pindah kota. Berhenti kerja. Cari petualangan baru. Tapi setelah kabur, saya dengarkan Intastella yang bilang kalo "The past is always better". Sial! Saya jadi terus mengingat apa sudah lewat; semua yang terjadi di belakang. Kok memang tampak lebih indah ya? Meskipun kadang-kadang membosankan, setidaknya dulu saya masih bisa tidur nyenyak. Di petualangan baru ini, boro-boro. Saya pun jadi terombang-ambing antara bertahan pada petualan

Loncat-Loncat

Saya sempat berpikir untuk mengganti tanda tangan. Mau tau kenapa? Saya akan ceritakan kejadiannya dengan peristiwa yang tidak persis sama. Maksudnya supaya terasa fenomenal dan kesannya hidup saya tidak terlalu cupu. Jadi maaf kalau ada pihak yang kurang berkenan karena lagi-lagi saya membual. Begini ceritanya... Hari itu cuaca agak mendung di Ibukota. Saya sedang asyik menggigit gorengan yang masih mengebul asapnya. Polusi udara Jakarta terasa segar, suasana begitu nyaman. Tiba-tiba seorang Bapak muncul dari sela-sela sebuah gerobak sampah. Dia menunjukkan selembar kertas dan bertanya, "Tanda tangan siapa ini?" Kontan saya berhenti mengunyah karena sadar bahwa itu tanda tangan saya. Saya teriak, "Punya saya," saya jawab sambil memuncratkan tahu isi yang kebetulan masih memenuhi mulut saya. Lalu Bapak itu bilang, "Hidup kamu terlalu seenak udel. Itu tidak baik, apalagi kamu perempuan." Buset tuh orang, hari gini masih bicara soal "perempuan"