Di Ranjang Kita Mati
Parjo adalah teman saya yang paling macho. Badannya tegap dan besar. Jago silat. Orangnya juga rada galak. Dia tidak takut apapun. Lebih tepatnya: dia berpikir kalo dia tidak takut apapun. Sampai suatu hari seorang pria datang mencolek pantatnya.
Parjo yang perkasa dibuat kehabisan kata-kata. Dia cuma bisa bengong sambil pelan-pelan menjauhi pria yang mencoleknya. Parjo tidak habis pikir, kok bisa-bisanya dia jadi korban "pelecehan seksual"?
Singkat cerita peristiwa itu langsung jadi buah bibir di sekitar kampung saya. Laki-laki di sini mulai khawatir; takut terlecehkan juga seperti Parjo. Fenomena ini bikin saya berpikir, laki-laki tampaknya memang jarang dihadapkan dengan peristiwa "pelecehan seksual" karena mereka biasanya jadi pelaku. Sebaliknya perempuan... Beuh jangan tanya deh. Pelecehan seksual "ringan", seperti goda-goda yang keluar dari mulut bertebaran di mana-mana, belum colek dan raba. Jadi pengen muntah deh.
Yah, kami cuma bisa muak dengan perlakuan seperti itu karena sialnya tidak banyak hal berarti yang bisa dilakukan. Yang saya pertanyakan dari dulu, apa gerangan yang ada di kepala para pelaku itu? Apa yang terjadi dalam hidup mereka, sehingga mereka mengeteng seks di jalanan seperti itu?
Berhubung saya ini orang yang mudah terpengaruh oleh film, maka saya coba cari jawaban lewat media itu. Secara sok tahu saya simpulkan, jawabannya mungkin ada di film Crash (1996). Perhatikan tahunnya, bukan film Crash yang menang Oscar lho.
Crash yang saya maksud adalah film bokep garapan sutradara David Cronenberg. Film itu bercerita tentang obsesi manusia yang gemar menabrakkan diri dengan mobil. Sepertinya berharap mati. Anehnya, tokoh dalam film itu tidak juga meregang nyawa. Dan semakin besar obsesinya untuk mati dalam tabrakan, malahan semakin besar pula kegilaannya terhadap seks. Apa mungkin seks ada kaitannya dengan "keinginan untuk mati" ajaran Freud?
Abisnya saya pernah dengar kalau ikan Salmon dewasa berenang jauh sekali dari lautan lepas menuju tempat kelahirannya di sungai; hanya untuk melakukan reproduksi. Banyak diantara Salmon itu bahkan mati seminggu setelahnya. Mengapa menghadapi risiko begitu besar hanya untuk seks? Mungkin Salmon itu memang ingin mati.
Semua hal tadi akhirnya membawa saya pada pemikiran baru mengenai para pelaku "pelecehan seksual" di jalanan. Saya jadi berpikir, apa itu masalah insting mati mereka yang begitu kuat? Hidup di negara dunia ketiga, serba susah, panas. Bawaannya pengen mati aja. Dan semua itu dilampiaskan pada orang-orang yang kebetulan melintas. Kasihan sekali.
Tapi tunggu dulu...
Setiap makhluk hidup, juga manusia seperti saya punya hasrat seksual yang tidak bisa dilawan. Semua orang punya bayangan tentang ranjang dan apapun yang terjadi di sana. Jadi gimana dong?
Hidup di negara dunia ketiga. Serba susah. Panas. Apa kita ke ranjang saja?
Kami sepasang mayat
ingin kekal berpelukan
dan tidur damai
Parjo yang perkasa dibuat kehabisan kata-kata. Dia cuma bisa bengong sambil pelan-pelan menjauhi pria yang mencoleknya. Parjo tidak habis pikir, kok bisa-bisanya dia jadi korban "pelecehan seksual"?
Singkat cerita peristiwa itu langsung jadi buah bibir di sekitar kampung saya. Laki-laki di sini mulai khawatir; takut terlecehkan juga seperti Parjo. Fenomena ini bikin saya berpikir, laki-laki tampaknya memang jarang dihadapkan dengan peristiwa "pelecehan seksual" karena mereka biasanya jadi pelaku. Sebaliknya perempuan... Beuh jangan tanya deh. Pelecehan seksual "ringan", seperti goda-goda yang keluar dari mulut bertebaran di mana-mana, belum colek dan raba. Jadi pengen muntah deh.
Yah, kami cuma bisa muak dengan perlakuan seperti itu karena sialnya tidak banyak hal berarti yang bisa dilakukan. Yang saya pertanyakan dari dulu, apa gerangan yang ada di kepala para pelaku itu? Apa yang terjadi dalam hidup mereka, sehingga mereka mengeteng seks di jalanan seperti itu?
Berhubung saya ini orang yang mudah terpengaruh oleh film, maka saya coba cari jawaban lewat media itu. Secara sok tahu saya simpulkan, jawabannya mungkin ada di film Crash (1996). Perhatikan tahunnya, bukan film Crash yang menang Oscar lho.
Crash yang saya maksud adalah film bokep garapan sutradara David Cronenberg. Film itu bercerita tentang obsesi manusia yang gemar menabrakkan diri dengan mobil. Sepertinya berharap mati. Anehnya, tokoh dalam film itu tidak juga meregang nyawa. Dan semakin besar obsesinya untuk mati dalam tabrakan, malahan semakin besar pula kegilaannya terhadap seks. Apa mungkin seks ada kaitannya dengan "keinginan untuk mati" ajaran Freud?
Abisnya saya pernah dengar kalau ikan Salmon dewasa berenang jauh sekali dari lautan lepas menuju tempat kelahirannya di sungai; hanya untuk melakukan reproduksi. Banyak diantara Salmon itu bahkan mati seminggu setelahnya. Mengapa menghadapi risiko begitu besar hanya untuk seks? Mungkin Salmon itu memang ingin mati.
Semua hal tadi akhirnya membawa saya pada pemikiran baru mengenai para pelaku "pelecehan seksual" di jalanan. Saya jadi berpikir, apa itu masalah insting mati mereka yang begitu kuat? Hidup di negara dunia ketiga, serba susah, panas. Bawaannya pengen mati aja. Dan semua itu dilampiaskan pada orang-orang yang kebetulan melintas. Kasihan sekali.
Tapi tunggu dulu...
Setiap makhluk hidup, juga manusia seperti saya punya hasrat seksual yang tidak bisa dilawan. Semua orang punya bayangan tentang ranjang dan apapun yang terjadi di sana. Jadi gimana dong?
Hidup di negara dunia ketiga. Serba susah. Panas. Apa kita ke ranjang saja?
Kami sepasang mayat
ingin kekal berpelukan
dan tidur damai
dalam dekapan ranjang
-ranjang, joko pinurbo-
-ranjang, joko pinurbo-
Comments