Bersama Kita Pizza!
Bagi saya, Pizza adalah makanan paling enak di dunia.
Sejarahnya dimulai ketika saya pulang sekolah. Putih-Biru waktu itu. Bapak pulang kantor membawa Pizza, makanan yang sejak kecil cuma bisa saya lihat di serial Kura-Kura Ninja. Saya, dan dua saudara saya kagum. Akhirnya kesampaian bisa makan pizza. Selamat makan! Wuih enak banget.
Ternyata Bapak dan Ibu tahu anak-anaknya doyan pizza. Mereka niat irit supaya kami bisa makan pizza langsung di tempatnya. Pizza Hut di Regent. Pesan secukupnya, rasanya selangit, lalu keluarlah tagihan Rp. 35.000,-. Alamak! kok mahal banget ya. Tiba-tiba saya tersambar sesuatu yang membuat saya mengerti kenapa orang rela membayar mahal untuk dapat sensasi rasa tertentu. Ada uang, ada barang.
Setelah hari itu saya mulai mengumpulkan uang untuk mendapat sedikit rasa mewah. Wendy's, album kaset, marlboro, pokoknya apapun yang menurut saya mahal dan bikin penasaran. Awalnya membahagiakan, tapi lama-lama rasanya kok jadi hambar ya? Saya heran sendiri.
Beberapa tahun kemudian Ibu saya bicara... Orang itu mau kaya, mau miskin, mau pinter, mau bodo, tetep ada yang sama. Yang sama itu perasaan senang, sedih, takut, marah, semua dapat bekal yang sama. Kalaupun dunia ini tidak adil, setidaknya rasa itu yang bisa bikin adil. Rasa senang anak kecil diberi mobil mainan jeruk bali mungkin sama dengan rasa senang konglomerat di mana yang baru beli mobil paling mewah. Waduh bener juga ya... Ternyata harga tidak penting, yang penting rasanya. Oke... saya ingat baik-baik. Gak perlu mahal, yang penting perasaannya senang.
Sejak hari itu saya selalu coba melakukan apapun pakai rasa. Pilih-pilih, coba-coba. Setelah ditelaah dengan teliti dan seksama, ternyata makanan yang bikin perasaan saya senang ya Pizza. Perasaan saya 17 tahun yang lalu tidak salah. Pizza memang enak. Dan itu aneh karena sekarang banyak Pizza rasanya gak karuan, tapi saya tetap suka. Mau bulat, mau kotak, tetap rasanya enak dan senang.
Ya, mungkin saya sedikit sial karena Pizza tetap saja barang mahal bagi saya sampai hari ini.
Sejarahnya dimulai ketika saya pulang sekolah. Putih-Biru waktu itu. Bapak pulang kantor membawa Pizza, makanan yang sejak kecil cuma bisa saya lihat di serial Kura-Kura Ninja. Saya, dan dua saudara saya kagum. Akhirnya kesampaian bisa makan pizza. Selamat makan! Wuih enak banget.
Ternyata Bapak dan Ibu tahu anak-anaknya doyan pizza. Mereka niat irit supaya kami bisa makan pizza langsung di tempatnya. Pizza Hut di Regent. Pesan secukupnya, rasanya selangit, lalu keluarlah tagihan Rp. 35.000,-. Alamak! kok mahal banget ya. Tiba-tiba saya tersambar sesuatu yang membuat saya mengerti kenapa orang rela membayar mahal untuk dapat sensasi rasa tertentu. Ada uang, ada barang.
Setelah hari itu saya mulai mengumpulkan uang untuk mendapat sedikit rasa mewah. Wendy's, album kaset, marlboro, pokoknya apapun yang menurut saya mahal dan bikin penasaran. Awalnya membahagiakan, tapi lama-lama rasanya kok jadi hambar ya? Saya heran sendiri.
Beberapa tahun kemudian Ibu saya bicara... Orang itu mau kaya, mau miskin, mau pinter, mau bodo, tetep ada yang sama. Yang sama itu perasaan senang, sedih, takut, marah, semua dapat bekal yang sama. Kalaupun dunia ini tidak adil, setidaknya rasa itu yang bisa bikin adil. Rasa senang anak kecil diberi mobil mainan jeruk bali mungkin sama dengan rasa senang konglomerat di mana yang baru beli mobil paling mewah. Waduh bener juga ya... Ternyata harga tidak penting, yang penting rasanya. Oke... saya ingat baik-baik. Gak perlu mahal, yang penting perasaannya senang.
Sejak hari itu saya selalu coba melakukan apapun pakai rasa. Pilih-pilih, coba-coba. Setelah ditelaah dengan teliti dan seksama, ternyata makanan yang bikin perasaan saya senang ya Pizza. Perasaan saya 17 tahun yang lalu tidak salah. Pizza memang enak. Dan itu aneh karena sekarang banyak Pizza rasanya gak karuan, tapi saya tetap suka. Mau bulat, mau kotak, tetap rasanya enak dan senang.
Ya, mungkin saya sedikit sial karena Pizza tetap saja barang mahal bagi saya sampai hari ini.
Comments